Senin, 17 Agustus 2020

Sastra Prancis Renaissance : La littérature française de la Renaissance (Le XVIème siècle)

 

Di Prancis, gerakan Renaissance dipelopori oleh raja François Ier (1494-1547) dari dinasti Valois-Angoulême. Raja ini mendatangkan banyak sekali seniman hebat dari Italia untuk berkarya di Prancis. Salah satunya adalah Leonardo da Vinci. Seperti umumnya kesusastraan Eropa masa Renaissance, kesusastraan Prancis ditandai dengan karya-karya sastra yang dicetak oleh mesin cetak Johann Guttenberg. Berkat mesin cetak Guttenberg, menggandakan buku menjadi hal yang lazim dilakukan, sehingga harganya menjadi semakin terjangkau oleh masyarakat. Prancis pun menjadi pasar bagi berbagai macam buku dari seluruh penjuru Eropa, sehingga hal ini memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan bahasa Prancis. Dalam kasus perkembangan bahasa Prancis, bahasa Latin memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Bahasa Prancis yang dituturkan pada masa Renaissance dinamakan Moyen français atau bahasa Prancis Tengahan (± 1340 - ± 1611). Pengaruh bahasa Latin yang sangat besar mengarahkan bahasa Prancis Tengahan kepada pembentukan bahasa Prancis modern yang digunakan dewasa ini. Periode ini dinamakan “Periode pencarian jati diri nasional” melalui konsolidasi di bidang kebahasaan. Pada masa ini lahirlah usaha untuk menyusun kamus bahasa Prancis-Latin. Kamus besar bahasa dwibahasa Prancis-Latin yang pertama disusun oleh Robert Estienne pada tahun 1538. Contoh beberapa kata/istilah bahasa Latin terpopuler yang tetap dipakai sampai sekarang dalam bahasa Prancis:

1. AGENDA  Dari verba Latin agere, yang lalu menurunkan verba agir (bertindak/berbuat).

2. ET CETERA (ETC)  “et tous les autres”.

3. ULTIMATUM  Berasal dari istilah “ultimatum consilium” (keputusan akhir). Kata ini mengalami perluasan arti menjadi  “Tuntutan mutlak yang harus dipenuhi dalam batas waktu tertentu, terutama dalam hal hubungan antar negara yang bersifat bilateral atau multilateral”.

4. IDEM  “la même chose” (hal yang sama). 

5. INCOGNITO  “Sans se faire connaître, sans reveler sa veritable identité” (Dengan diam-diam, tanpa mengungkapkan identitasnya)

6. LIBIDO  “un désir” (Keinginan atau nafsu yg kuat). Dalam perkembangannya, kata ini erat kaitannya dengan dorongan atau nafsu seksual.

Dalam bidang kesusastraan, muncul penyair-penyair besar seperti François Villon (1431-1463) & Clément Marot (1496-1544) yang menjadi pelopor lahirnya kesusastraan Prancis Renaissance. Perkembangan bahasa Prancis Tengahan yang signifikan memberikan jalan bagi lahirnya karya-karya sastra.

             



Karya-karya François Villon yg paling terkenal antara lain :

Ballade des Pendus (Balada Para Terhukum Gantung).

Ballade des Seigneurs du Temps Jadis (Balada para Bangsawan di Masa Lalu).

Ballade des Dames du Temps Jadis (Balada para Wanita Bangsawan di Masa Lalu).

Ballade des Femmes de Paris (Balada para Wanita kota Paris).


Karya-karya Clément Marot yg terkenal antara lain:

Le Temple de Cupido (Kuil dewa Cupido/Amor)

L’Épitre de Maguelonne (Epistel Maguelonne)

L’Épitre du Dépourvu (Epistel Orang yang Tidak Diharapkan)

Puisi Prancis era Renaissance baru mencapai zaman keemasannya setelah lahirnya LA PLÉIADE, yakni perkumpulan para penyair Prancis ternama yang tokoh utamanya adalah Joachim du Bellay (1522-1560) & Pierre de Ronsard (1524-1585). Dalam sejarahnya, La Pléiade adalah suatu aliran puisi yang lahir pada abad ke-3 SM, & mengacu kepada kelompok tujuh orang penyair Yunani di kota Alexandria, Mesir. Pada pertengahan abad ke-16, Pierre de Ronsard mengambil inisiatif bekerja sama dengan Joachim du Bellay untuk membentuk sebuah "brigade penyair ideal" dengan mendirikan La Pléiade baru. La Pléiade baru ini mengemban misi utama untuk meningkatkan profil bahasa Prancis & bahasa puisi dalam menghadapi dominasi bahasa Latin. Untuk menghidupkan kembali kekayaan teks-teks kuno, La Pléiade tidak membatasi diri pada karya-karya tertentu, namun justru menghidupkan semua bentuk puisi kuno (antara lain ode, hymne, epos, & elegi). Penyair memperlakukan sajak supaya menjadi lebih berwarna. Sajak ini diperkaya dengan kelimpahan untuk merangsang imajinasi & untuk membedakan diri dari bahasa lugas seperti halnya kiasan, metafora, perumpamaan, & parafrase.

                                                    



Karya prosa Rabelais yg terkenal berjudul Pantagruel (1532) & Gargantua (1534). Sedangkan karya prosa Montaigne yg terkenal berjudul Les Essais.

  


 

Pantagruel, putra Gargantua yg digambarkan selalu merasa lapar.Sesungguhnya ia merupakan representasi manusia yg selalu lapar akan ilmu pengetahuan.

 

Deskripsi ilustratif tentang wujud Gargantua


Masa Renaissance identik dengan pencarian manusia yang tiada henti-hentinya akan ilmu pengetahuan. Dalam sketsa Renaissance ini, ia dilukiskan sedang memakan manusia sebagai manifestasinya akan “kerakusannya” terhadap ilmu pengetahuan. Les Essais karya Montaigne secara garis besar berbicara mengenai refleksi atas diri manusia & dunia, serta refleksi Montaigne sendiri sebagai manusia. Kehidupan & kematian, kejujuran & kebohongan ilmu pengetahuan, kemungkinan untuk memahami dunia, kelemahan manusia & agama, persahabatan, pendidikan anak, etc, adalah tema-tema utama dalam bukunya ini. 

 

Les Essais karangan Michel Eyquem de Montaigne yg diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1580.

Periode Renaissance di Prancis juga identik dengan berkembangnya aliran humanisme. Apakah humanisme itu? Humanisme adalah paham yang mendasarkan aksinya atas refleksi tentang manusia beserta segala macam aspek sosial yang menyertainya. Masuknya humanisme dalam kesusastraan Renaissance Prancis sedikit demi sedikit membuat orang mulai tertarik kepada pemikiran individualis, karena paham ini mengedepankan pertentangan antara visi pribadi individu dgn penerimaannya terhadap hukum & aturan dalam masyarakat. François Rabelais & Michel de Montaigne adalah tokoh-tokoh humanis sejati. Salah satu pikiran mereka tentang aspek humanis dlm kehidupan manusia adalah konsep tentang pendidikan anak.

Baik Rabelais maupun Montaigne, masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang bagaimana seseorang memperkaya dirinya dengan ilmu pengetahuan. Rabelais mengemukakan konsep LA TÊTE BIEN PLEINE, sedangkan Montaigne berpendapat tentang LA TÊTE BIEN FAITE.

LA TÊTE BIEN PLEINE

Otak manusia harus selalu  dipenuhi dgn berbagai macam ilmu pengetahuan tanpa terkecuali (semua jenis ilmu pengetahuan harus dipelajari).

LA TÊTE BIEN FAITE

Yang terpenting bukan banyaknya ilmu pengetahuan yang harus dikuasai manusia, tetapi bagaimana penerapan ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat.

 

Konsep la tête bien faite adalah kritik Montaigne atas pernyataan Rabelais bhw otak manusia haruslah diisi dgn segala macam ilmu pengetahuan tanpa terkecuali (la tête bien pleine), tanpa memperhitungkan kegunaan & kebermanfaatannya bagi umat manusia.


Share this

0 Comment to "Sastra Prancis Renaissance : La littérature française de la Renaissance (Le XVIème siècle)"

Posting Komentar