Asal Usul Dialek Ngapak
Asal usul dialek ngapak berawal dari
nenek moyang orang Banyumas yang berasal dari Kutai, kalimantan Timur pada masa
Pra-Hindu. Menurut catatan seorang Orientalis Ahli Islam dan
Ahli Sejarah Van Der Muelen, pada abad ke 3 sebelum masehi pendatang dari Kutai
mendarat ke tanah jawa tepatnya di Cirebon kemudian mendiami lereng gunung
Ciremai dan sebagian lainnya menetap di sekitaran Gunung Slamet. Pendatang yang mendiami daerah sekitar
gunung Ciremai berkembang menjadi peradaban Sunda dan yang berada di sekitar
gunung Slamet mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh purba inilah yang
menjadi cikal bakal kerajaan kerajaan lain di tanah Jawa.
Kerajaan Galuh
Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup luas mulai dari Indramayu,
Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga,
Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi. Berdasarkan prasasti
Bogor, kerajaan Galuh Purba mengalami kemunduran sehingga ibukota kerajaan
pindah ke daerah Kawali dan berganti nama menjadi Galuh Kawali. Kerajaan Galuh
kawali berada di bawah kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Purnawarman.
Kerajaan Galuh
Kawali kembali mendapatkan kekuasaan ketika Tarumanegara dipimpin oleh
Candrawarman kemudian menjadi kerajaan Galuh dan berkembang menjadi kerajaan
Pajajaran, Jawa barat. Meskipun kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi sebuah
kerajaan besar dengan Galuh di jawa barat dan kalingga di Jawa Tengah, namun
keduanya memiliki hubungan yang terjalin dengan baik dengan adanya perkawinan
antar kerajaan. Dari perkawinan antar keduanya inilah muncul Dinasti Sanjaya.
Dari dinasti
Sanjaya inilah kemudian mempunyai keturunan raja-raja di tanah Jawa
sebagai keturunan Galuh Purba. Bahasa yang digunakan keturunan galuh Purba
masuk dalam rumpun bahasa Jawa kulon yang meliputi, Sub Dialek Banten Lor, Sub
Dialek Cirebon/Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumasan, Sub Dialek
Bumiayu. Bahasa yang mereka gunakan inilah yang saat ini kita kenal dengan
bahasa ngapak atau dialek ngapak.
Ciri khas
bahasa ngapak
Dari jutaan orang yang berbicara bahasa
Jawa, ngapak adalah karakter dialek yang paling dikenal. Corak dialek ngapak
sering dituturkan mereka yang berasal dari Karesidenan Banyumas dan Karesidenan
Kedu atau sekarang berlokasi di Jawa Tengah bagian barat. Aksen ngapak hadir
sebagai wujud kekayaan bahasa Jawa dan juga Indonesia. Menurut Uhlenbeck
membagi dialek bahasa Jawa dari wilayah Yogyakarta dan Solo menjadi 4 dialek
dan 13 subdialek. Dialek-dialek tersebut adalah dialek Banyumas, dialek
Pesisir, dialek Surakarta, dan dialek Jawa Timur. Adapun sub-subdialeknya yaitu
subdialek Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang,
Rembang, Surakarta (Solo), Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Banyuwangi, dan
Cirebon.
Sementara itu, dalam dokumen Balai Bahasa
Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 berjudul ‘Peta Bahasa di Jawa Tengah’, bahasa
Jawa di Jawa Tengah menjadi lima dialek, yaitu dialek Banyumas, dialek
Semarang, dialek Pekalongan, dialek Wonosobo, dan dialek Tegal mencakup
Kabupaten Tegal dan Brebes. Sementara aksen Ngapak didapati di dialek Banyumas,
Wonosobo, dan Tegal.
Bahasa Jawa yang begitu beragam tidak
lepas dari aspek historis masyarakat setempat. Masyarakat dari wilayah
Banyumasan, Wonosobo, dan Kendal yang dahulunya merupakan wilayah Kerajaan Mataram. Dalam budaya Jawa, bahasa dan perilaku
begitu berkelindan. Jawa Tengah yang saat itu dikuasai Kesultanan Mataram Islam
memiliki kebiasaan untuk penerapan pendisiplinan perilaku dan bahasa yang
dimiliki oleh rakyatnya. Orang Jawa sendiri mengagungkan pepatah “Basa iku
busananing bangsa,” yang artinya bahwa bahasa merupakan balutan dari siapa diri
kita.
Bahasa Jawa dikenal dengan penuturan
bahasa yang berjenjang bergantung lawan bicara yaitu Kromo dan Ngoko. Di
samping itu, bahasa bagi orang Jawa adalah tentang bagaimana tutur kita
mewakili sikap dan alam berpikir kita. Rakyat diharuskan menggenggam simbol,
tata krama, unggah-ungguh sebagai simbol kekuasaan kerajaan.
Namun bahasa ngapak mampu bebas dari
bayang-bayang dialek Yogyakarta. Menurut buku Banyumas: Sejarah Budaya dan
Watak yang ditulis Budiono Herusatoto, lokasi daerah berbahasa ngapak yang jauh
dari pusat kekuasaan membuat budaya yang ada di masyarakat masih jarang yang
terpengaruhi budaya ningrat.
Masyarakat penutur ngapak disebut
sebagai ‘adoh ratu cedhak watu’ (jauh dari raja dan dekat dengan batu), yang
artinya mereka jauh dengan rajanya baik secara geografis maupun interaksi
kebudayaan. Hal ini membuat, kultur bahasa yang dibentuk oleh kerajaan tidak
banyak masuk ke wilayah Banyumas dan Kedu. Ngapak tetap berjaya di rumah
sendiri.
Struktur ini berpengaruh pada laku
budaya mereka. Ngapak adalah Bahasa Jawa Ngoko Jawadhwipa, sebuah aliran Jawa
murni yang berada di strata enam tingkat di bawah Bagongan yang dituturkan
kalangan bangsawan. Perbedaan antara bahasa Jawa Yogya-Solo dan Banyumas terletak pada
vokal dan intonasi. Mereka memiliki pengucapan huruf vokal dan huruf konsonan
seperti h, d, g, b, c, k, l, w, dengan penekanan, atau dalam bahasa linguistik
adalah fonem vokal dan fonem konsonan.
Aksen ini membuat bahasa Ngapak terkesan
kasar dan tidak menaruh rasa hormat. Lain seperti bahasa Jawa Yogyakarta yang
terkesan halus dengan unggah-ungguh yang telah diatur. Justru bahasa ngapak seperti
Banyumasanlah yang disebut sebagai bahasa Jawa yang masih murni. Ngapak masuk
ke dalam Jawadwipa, atau ngoko lugu. Dalam kesusastraan Jawa, bahasa Banyumasan
dianggap sebagai bahasa Jawa murni. Itulah sebagian sejarah tentang bahasa
banyumasan atau biasa disebut bahasa ngapak.
Dibandingkan dengan bahasa dialek
Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a'
tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di
wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran
huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain
bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan
suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan oleh masyarakat
di luar Banyumas disebut sebagai bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.
Terimakasih banyak atas kunjungannya. Semoga bermanfaat. Matur suwun .
0 Comment to "Bahasa Banyumasan, Asal usul Bahasa Ngapak"
Posting Komentar