Kamis, 20 Juni 2019

Bahasa Banyumasan, Asal usul Bahasa Ngapak


Asal Usul Dialek Ngapak
Asal usul dialek ngapak berawal dari nenek moyang orang Banyumas yang berasal dari Kutai, kalimantan Timur pada masa Pra-Hindu. Menurut catatan seorang Orientalis Ahli Islam dan Ahli Sejarah Van Der Muelen, pada abad ke 3 sebelum masehi pendatang dari Kutai mendarat ke tanah jawa tepatnya di Cirebon kemudian mendiami lereng gunung Ciremai dan sebagian lainnya menetap di sekitaran Gunung Slamet. Pendatang yang mendiami daerah sekitar gunung Ciremai berkembang menjadi peradaban Sunda dan yang berada di sekitar gunung Slamet mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh purba inilah yang menjadi cikal bakal kerajaan kerajaan lain di tanah Jawa.

Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup luas mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi. Berdasarkan prasasti Bogor, kerajaan Galuh Purba mengalami kemunduran sehingga ibukota kerajaan pindah ke daerah Kawali dan berganti nama menjadi Galuh Kawali. Kerajaan Galuh kawali berada di bawah kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Purnawarman.

Kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaan ketika Tarumanegara dipimpin oleh Candrawarman kemudian menjadi kerajaan Galuh dan berkembang menjadi kerajaan Pajajaran, Jawa barat. Meskipun kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Galuh di jawa barat dan kalingga di Jawa Tengah, namun keduanya memiliki hubungan yang terjalin dengan baik dengan adanya perkawinan antar kerajaan. Dari perkawinan antar keduanya inilah muncul Dinasti Sanjaya.

Dari dinasti Sanjaya inilah kemudian mempunyai keturunan raja-raja di tanah Jawa sebagai keturunan Galuh Purba. Bahasa yang digunakan keturunan galuh Purba masuk dalam rumpun bahasa Jawa kulon yang meliputi, Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumasan, Sub Dialek Bumiayu. Bahasa yang mereka gunakan inilah yang saat ini kita kenal dengan bahasa ngapak atau dialek ngapak.

Ciri khas bahasa ngapak

Dari jutaan orang yang berbicara bahasa Jawa, ngapak adalah karakter dialek yang paling dikenal. Corak dialek ngapak sering dituturkan mereka yang berasal dari Karesidenan Banyumas dan Karesidenan Kedu atau sekarang berlokasi di Jawa Tengah bagian barat. Aksen ngapak hadir sebagai wujud kekayaan bahasa Jawa dan juga Indonesia. Menurut Uhlenbeck membagi dialek bahasa Jawa dari wilayah Yogyakarta dan Solo menjadi 4 dialek dan 13 subdialek. Dialek-dialek tersebut adalah dialek Banyumas, dialek Pesisir, dialek Surakarta, dan dialek Jawa Timur. Adapun sub-subdialeknya yaitu subdialek Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang, Rembang, Surakarta (Solo), Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Banyuwangi, dan Cirebon.

Sementara itu, dalam dokumen Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 berjudul ‘Peta Bahasa di Jawa Tengah’, bahasa Jawa di Jawa Tengah menjadi lima dialek, yaitu dialek Banyumas, dialek Semarang, dialek Pekalongan, dialek Wonosobo, dan dialek Tegal mencakup Kabupaten Tegal dan Brebes. Sementara aksen Ngapak didapati di dialek Banyumas, Wonosobo, dan Tegal.

Bahasa Jawa yang begitu beragam tidak lepas dari aspek historis masyarakat setempat. Masyarakat dari wilayah Banyumasan, Wonosobo, dan Kendal yang dahulunya merupakan wilayah Kerajaan Mataram. Dalam budaya Jawa, bahasa dan perilaku begitu berkelindan. Jawa Tengah yang saat itu dikuasai Kesultanan Mataram Islam memiliki kebiasaan untuk penerapan pendisiplinan perilaku dan bahasa yang dimiliki oleh rakyatnya. Orang Jawa sendiri mengagungkan pepatah “Basa iku busananing bangsa,” yang artinya bahwa bahasa merupakan balutan dari siapa diri kita.

Bahasa Jawa dikenal dengan penuturan bahasa yang berjenjang bergantung lawan bicara yaitu Kromo dan Ngoko. Di samping itu, bahasa bagi orang Jawa adalah tentang bagaimana tutur kita mewakili sikap dan alam berpikir kita. Rakyat diharuskan menggenggam simbol, tata krama, unggah-ungguh sebagai simbol kekuasaan kerajaan.

Namun bahasa ngapak mampu bebas dari bayang-bayang dialek Yogyakarta. Menurut buku Banyumas: Sejarah Budaya dan Watak yang ditulis Budiono Herusatoto, lokasi daerah berbahasa ngapak yang jauh dari pusat kekuasaan membuat budaya yang ada di masyarakat masih jarang yang terpengaruhi budaya ningrat.

Masyarakat penutur ngapak disebut sebagai ‘adoh ratu cedhak watu’ (jauh dari raja dan dekat dengan batu), yang artinya mereka jauh dengan rajanya baik secara geografis maupun interaksi kebudayaan. Hal ini membuat, kultur bahasa yang dibentuk oleh kerajaan tidak banyak masuk ke wilayah Banyumas dan Kedu. Ngapak tetap berjaya di rumah sendiri.

Struktur ini berpengaruh pada laku budaya mereka. Ngapak adalah Bahasa Jawa Ngoko Jawadhwipa, sebuah aliran Jawa murni yang berada di strata enam tingkat di bawah Bagongan yang dituturkan kalangan bangsawan. Perbedaan antara bahasa Jawa Yogya-Solo dan Banyumas terletak pada vokal dan intonasi. Mereka memiliki pengucapan huruf vokal dan huruf konsonan seperti h, d, g, b, c, k, l, w, dengan penekanan, atau dalam bahasa linguistik adalah fonem vokal dan fonem konsonan.

Aksen ini membuat bahasa Ngapak terkesan kasar dan tidak menaruh rasa hormat. Lain seperti bahasa Jawa Yogyakarta yang terkesan halus dengan unggah-ungguh yang telah diatur. Justru bahasa ngapak seperti Banyumasanlah yang disebut sebagai bahasa Jawa yang masih murni. Ngapak masuk ke dalam Jawadwipa, atau ngoko lugu. Dalam kesusastraan Jawa, bahasa Banyumasan dianggap sebagai bahasa Jawa murni. Itulah sebagian sejarah tentang bahasa banyumasan atau biasa disebut bahasa ngapak.

Dibandingkan dengan bahasa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan oleh masyarakat di luar Banyumas disebut sebagai bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

Terimakasih banyak atas kunjungannya. Semoga bermanfaat. Matur suwun .




Share this

0 Comment to "Bahasa Banyumasan, Asal usul Bahasa Ngapak"

Posting Komentar